Menakar Aktivisme Mahasiswa di Kabupaten Tangerang
Menyelami Dinamika Gerakan, Tantangan, dan Arah Perubahan Sosial
Pendahuluan
Mahasiswa sering disebut sebagai agent of change dan social control—dua peran penting dalam pembangunan masyarakat. Namun, dalam konteks lokal seperti Kabupaten Tangerang, muncul pertanyaan menarik: apakah aktivisme mahasiswa masih relevan, kuat, dan berdampak? Atau justru mengalami dekadensi dalam era digital dan pragmatisme politik?
Artikel ini berusaha menakar aktivisme mahasiswa di wilayah Kabupaten Tangerang, bukan hanya dari intensitas aksinya, tetapi juga dari kualitas gerakannya: ideologis atau instrumental, independen atau terkooptasi, lokal atau terputus dari realitas sosial?
1. Kabupaten Tangerang: Antara Perkotaan dan Pinggiran
Kabupaten Tangerang memiliki karakter ganda: sebagai daerah industri yang sibuk namun tetap lekat dengan budaya agraris. Pertumbuhan ekonomi pesat melalui kawasan industri dan urbanisasi menjadikan wilayah ini sebagai semi-perkotaan, menciptakan tantangan dan ruang bagi aktivisme mahasiswa.
Beberapa kampus yang menjadi poros gerakan mahasiswa di Tangerang:
-
Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT)
-
Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS)
-
STISIP Setia Budhi
-
Universitas Tangerang Raya, dan lainnya
2. Pola Gerakan Mahasiswa: Dari Jalanan ke Media Sosial
A. Tradisi Aksi Massa
Aksi demonstrasi masih menjadi bentuk utama ekspresi mahasiswa, khususnya pada isu nasional:
-
Penolakan UU Cipta Kerja (Omnibus Law)
-
Kenaikan harga BBM
-
Isu demokrasi dan kebijakan daerah
Namun aksi-aksi ini seringkali bersifat reaktif, belum berangkat dari kajian mendalam atau konsolidasi jangka panjang.
B. Peralihan ke Aktivisme Digital
Dengan meningkatnya penetrasi media sosial, sebagian mahasiswa kini lebih aktif di ruang digital:
-
Membuat konten edukatif dan kritik kebijakan
-
Menggalang petisi online
-
Membangun komunitas diskusi daring
Keunggulan: lebih cepat, luas jangkauannya.
Kelemahan: rawan "slacktivism" alias aktivisme pasif (like-share tanpa aksi nyata).
3. Tantangan Internal dan Eksternal
🔍 Internal:
-
Lemahnya kaderisasi dan regenerasi pemimpin gerakan
-
Minimnya budaya literasi dan diskusi ideologis
-
Ketergantungan pada momen politik, bukan agenda sosial jangka panjang
⚖️ Eksternal:
-
Represi halus dari institusi (akademik dan aparat)
-
Stigma negatif terhadap demonstrasi
-
Intervensi elite lokal dalam organisasi kemahasiswaan
Kondisi ini membuat sebagian mahasiswa memilih “netral”, atau terjebak dalam aktivisme simbolik saja.
4. Potensi Gerakan Lokal yang Belum Maksimal
Kabupaten Tangerang menyimpan banyak isu lokal yang relevan untuk diperjuangkan mahasiswa:
-
Masalah buruh pabrik dan upah murah
-
Krisis lingkungan akibat pembangunan industri dan tol
-
Akses pendidikan di wilayah pinggiran
-
Ketimpangan infrastruktur desa-kota
Namun, belum banyak mahasiswa yang mengambil isu-isu lokal ini sebagai basis gerakan jangka panjang.
5. Menuju Aktivisme yang Kontekstual dan Kritis
Agar aktivisme mahasiswa di Kabupaten Tangerang tidak kehilangan relevansi, perlu pendekatan baru:
✅ Gerakan Berbasis Riset dan Data
Mahasiswa harus membangun kajian berbasis realitas lokal—bukan sekadar ikut arus nasional.
✅ Kolaborasi Lintas Sektor
Bekerja sama dengan LSM lokal, media komunitas, dan organisasi masyarakat sipil agar gerakan punya daya ungkit.
✅ Kemandirian Organisasi
Menjaga jarak dengan kepentingan politik praktis dan memperkuat integritas ideologis.
✅ Digitalisasi Strategis
Gunakan media sosial sebagai alat edukasi, bukan hanya kanal ekspresi sesaat.
Kesimpulan
Aktivisme mahasiswa di Kabupaten Tangerang belum mati, tapi sedang mencari bentuk baru. Ia berada di persimpangan: antara idealisme dan realitas, antara jalanan dan ruang digital, antara nasional dan lokal.
Jika mahasiswa mampu menyatukan energi kritis dan intelektualnya dengan strategi yang tepat, maka Kabupaten Tangerang bisa melahirkan gelombang perubahan dari pinggiran.