Demokrasi dan Pemilu 2024 Dengan Drama Menyedihkan

Demokrasi dan Pemilu 2024 Dengan Drama Menyedihkan

Oleh: Prof R Siti Juhro


Pemilu 2024 penuh dengan drama yang menyedihkan.  Perilaku para elite sangat tdk menaladani. Public distrust meningkat thd para stakeholders pemilu (KPU, Bawaslu, institusi penegak hukum, partai politik, dan birokrasi/pemerintah).
Tahapan-tahapan pemilu dilalui dengan penuh distorsi. Rakyat merasa dibohongi.
Kompetisi berlangsung secara tidak sehat. Ketidakadilan dalam memperlakukan paslon menimbulkan ketidak puasaan/kekecewaan, dan menimbulkan collective social unrest, protes dan demontrasi.





Pendahuluan .   
Pemilih merasa gusar, sementara kemiskinan/ 
pengangguran jumlahnya masih cukup signifikan. 


Tantangan Utama Pemilu 2024 

Parpol kehilangan kedaulatannya, otonominya dan kesulitan dalam membangun koalisi dan mempromosikan kadernya dalam pemilu.
KPU dan Bawaslu tidak saling bekerjasama dan hubungannya tidak harmonis dan tidak sinergis.  
Integritas dan independensi KPU dan Bawaslu dipertanyakan dan terbukti ketua KPU RI melanggar etika berat sehingga harus diberhentikan. 
Birokrasi/ASN/lembaga negara dalam pemilu rawan
diintrusi kekuatan politik: tidak netral, politisasi bansos.
Absennya law enforcement.
Beberapa Judicial Review menimbulkan ketidakpastian. Yang paling akhir adalah JR masalah umur capres yang diputuskan MK jadi polemik yang berkepanjangan. 
Keputusan MK menimbulkan kegaduhan sosial politik, respon luas publik akademis/kampus-kampus.
 
Social Tension

 
Pentingnya Etika Politik dalam Berdemokrasi (1)
Etika politik sangat diperlukan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa agar  nuansa politik lebih sehat dan rasional. Etika politik juga diperlukan bagi penyelenggara negara dalam pemilu/pilkada agar pemilu/ pilkada tidak ternoda atau hasil pemilu tidak cacat secara hukum.
Pelanggaran terhadap etika politik dalam pemilu acapkali didorong oleh alasan tiadanya payung hukum yang bisa dijadikan rujukan dan lemahnya pengawasan serta penegakan hukum di Indonesia karena hukuman (penalty) yang tidak jelas.
Etika politik terkait dengan moral politik. Sedang- kan politik oleh para politisi hanya dimaknai sebagai “penyalur kepentingan” dan seni untuk “meraih kekuasaan” saja.
Moral politik mengandung makna yang sangat dalam dan terkait dengan nilai-nilai. Bila moral politik ini absen, yang akan muncul kemudian adalah politik menghalalkan semua cara.
Etika politik diperlukan untuk meredam kecenderungan politik menghalalkan semua cara tersebut. 
Para elite, aktor dan tokoh seharusnya mampu merefleksikan nilai-nilai atau etika politik yang meneladani yang diharapkan berpengaruh positif terhadap pemilu yang jurdil (jujur,adil) dan luber (langsung, umum, bebas, rahasia atau free and fair). 
Pentingnya Etika Politik dalam Berdemokrasi (2)
Berdemokrasi dan berpolitik yang berlandaskan Pancasila tidak hanya berpegang pada kaidah hukum, tetapi juga pada kesadaran dan kepantasan moral yang mengedepankan etika nilai-nilai Pancasila.
Bangsa Indonesia harus konsisten dalam mengamalkan Pancasila, terutama sila kedua “kemanusiaan yang adil dan beradab” dalam bentuk rasa malu dan siap mundur ketika dirinya melanggar etika/moral dan hukum.
Budaya malu dan mundur ini sangat relevan, signifikan dan urgen diterapkan oleh Indonesia di saat negeri ini terpuruk oleh menipisnya etika/moral dan maraknya skandal korupsi.
Demokrasi tidak boleh direduksi atau disimpangkan maknanya semata-mata hanya merebut kekuasaan saja.
Kedaulatan harus tetap di tangan rakyat, bukan di tangan penguasa dan/atau lembaga politik.



Peran Elite / Aktor dan Tokoh

Aktor-aktor politik dan aktor informal berperan aktif dalam pembangunan nilai-nilai budaya dan dalam proses demokrasi.
Diperlukan sinergi, kolaborasi dan komunikasi yang lebih baik antara lembaga penegak hukum dan lembaga terkait lainnya untuk mewujudkan penegakan etika/keadaban politik
Kerjasama antar aktor dan elite untuk menggerakkan mesin demokrasi dan nilai-nilai budaya agar pemilu/pilkada berkualitas dan berdampak positif terhadap pemerintahan.

 

Fenomena Politik Pemilu dan Pilkada 202
 
Partisipasi Masyarakat dlm pemilu 2024 cukup tinggi: 83,6%. Politisasi identitas/SARA berkurang signifikan. Pemilu tak lagi memunculkan polarisasi dalam Masyarakat. Tapi praktik KKN luar biasa, mindset dan culture set para elite sangat kurang. Demokrasi dan pemilu berlangsung minus etika dan keadilan, sehingga mengganggu harmoni sosial. 26 tahun praktik demokrasi prosedural membuat demokrasi merosot tajam, pembangunan peradaban bangsa terlupakan. 



Kesejahteraan rakyat terabaikan.
 
Perjalanan demokrasi Indonesia  selama 1998-2024 masih jauh dari yang diharapkan. 
Demokrasi yang berlangsung selama ini baru di tataran menghasilkan silih bergantinya penguasa baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kota, tapi belum mampu menghadirkan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat karena demokrasi di Indonesia masih elitis (baca prosedural) dan tersandera oleh kuatnya praktik oligarki.
Perlu memupuk vitalitas demokrasi melalui pengembangan nilai, etika, dan keterampilan demokrasi di kalangan warga, meningkatkan akuntabilitas dan responsivitas terhadap kepentingan publik dan meningkatkan checks
and balances dan rasionalitas politik di antara lembaga-lembaga demokrasi.
 
Diperlukan etika politik dalam berdemokrasi, dan secara khusus diperlukan etika politik para penyelenggara negara (pejabat publik) supaya tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang merugikan publik.

Elite politik, tokoh dan pemuka di semua bidang msh kurang berperan penting dalam menyosialisasikan etika politik sehingga rakyat tdk memiliki panutan
Politik penegakan hukum semestinya dilakukan secara simultan dan sinergis dengan penataan sistem politik/demokrasi agar terbangun koherensi antara “pembangunan politik” & “pembangunan hukum”, sehingga terhindar dari politik yang bersifat anarkis.

Praktek demokrasi yang tidak disertai nilai-nilai dan tidak dilandasi oleh wawasan kebangsaan yang memadai akan membuat demokrasi tak membumi dan menghasilkan model demokrasi prosedural saja. Demokrasi akan sarat dengan distorsi ketika nilai-nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan dinafikan dan dilupakan oleh para elite dan aktor politik serta masyarakat


Penutup
Meningkatnya public distrust dalam pemilu serentak 2024 harus menjadi alarmpenting untuk diberikan solusinya sebelum hal buruk terjadi. 
Pilkada serentak di 542 daerah yang digelar 27 November 2024 menjadi pelajaran tersendiri bagi Indonesia. 
Pilkada serentak di 545 daerah belum menghasilkan pilkada yang berkualitas karena masih diwarnai distorsi dan pelanggaran serta vote buying. 
Demokrasi belum naik kelas, pemilu/pilkada belum menjadi ajang proses konsolidasi demokrasi.
Kematangan/kedewasaan politik para elite dan masyarakat perlu dibangun secara seksama agar memberikan dampak positif thd proses demokrasi.

*) Penulis adalah Peneliti BRIN.
*)) Materi Diskusi Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita, Minggu 16 Maret 2025.

 

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn more
Ok, Go it!