Serang (01/02/25) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Musa Weliansyah, menjelaskan proses yang mengarah pada penerbitan Surat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah laut Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Menurutnya, penerbitan sertifikat tersebut tidak terlepas dari adanya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Perda ini, menurut Musa, diduga memiliki kepentingan yang berkaitan dengan proyek PIK 2.
"Peraturan Daerah yang dimaksud mengadopsi ketentuan dari Perda RTRW Kabupaten Tangerang Nomor 9 Tahun 2020, yang dalam lampiran peta RTRW-nya melakukan perubahan status laut menjadi Kawasan Permukiman di Desa Kohod dan sekitarnya," ujar Musa.
Hal ini lanjut Musa, menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam penggunaan lahan yang dapat berdampak pada masyarakat setempat. Musa menekankan bahwa perubahan ini tidak hanya melibatkan pihak-pihak tertentu, tetapi juga melibatkan banyak orang, termasuk Panitia Khusus (Pansus) RTRW DPRD Provinsi Banten yang dipimpin oleh Andra Soni pada saat itu.
"Dengan demikian, situasi ini mencerminkan kompleksitas dalam pengelolaan ruang dan kepentingan yang saling bertautan antara pemerintah daerah dan masyarakat," jelasnya.
Musa Weliansyah berharap agar semua pihak dapat memahami dampak dari kebijakan ini dan berupaya untuk menjaga kepentingan masyarakat, terutama dalam hal hak atas tanah dan penggunaan ruang yang berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam setiap proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tata ruang wilayah.
Musa mengungkapkan adanya kejanggalan ketika meneliti peta yang terdapat dalam lampiran 9 pada peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Ia mencatat bahwa terdapat area pantai yang ditandai dengan status oranye, yang seharusnya menunjukkan kondisi yang berbeda. "Garis pantai yang terlihat jelas berada di tengah, namun mengapa area di laut justru ditandai sebagai permukiman?" tanyanya dengan penuh keheranan.
Setelah melakukan konfirmasi kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten, Musa mendapatkan penjelasan bahwa status oranye pada peta laut tersebut merujuk pada rencana reklamasi. Meskipun demikian, Musa menegaskan bahwa apapun alasan yang diberikan, setiap rencana harus disertai dengan keterangan yang jelas. "Misalnya, jika ada rencana pemukiman yang ditargetkan pada tahun 2043 atau dalam sepuluh tahun ke depan, seharusnya ada penjelasan yang lebih rinci, bukan hanya sekadar label permukiman," jelasnya.
Lebih lanjut, Musa menyebutkan bahwa terdapat sejumlah pihak yang terlibat dalam permasalahan ini, termasuk Mantan Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar; Mantan Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar; serta Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kepala Desa, dan oknum pengacara lainnya.
Ia menekankan pentingnya tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat dalam kekisruhan ini, dengan pernyataan tegas bahwa "Seluruh pihak yang terlibat harus bertanggung jawab atas kekisruhan ini."