Jakarta (08/02/25) - Masyarakat Indonesia kini menunjukkan kecenderungan yang signifikan untuk beralih ke rokok dengan harga lebih terjangkau, yang dikenal sebagai downtrading. Hal ini telah dikonfirmasi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani yang menyatakan bahwa salah satu penyebab utama dari fenomena ini adalah peningkatan tarif cukai terhadap produk tembakau yang terus berlanjut setiap tahunnya.
Direktur Jenderal Bea Cukai, Askolani, menjelaskan bahwa kebijakan tarif yang diterapkan selama ini berkontribusi terhadap pergeseran perilaku konsumen tersebut.
Menanggapi fenomena downtrading, Askolani menekankan pentingnya pengawasan yang ketat dari pihak Bea Cukai. Ia menegaskan bahwa peralihan ini harus terjadi secara alami dan tidak boleh disebabkan oleh tindakan manipulatif dari produsen yang berusaha menghindari kewajiban tarif cukai yang telah ditetapkan.
"Jika downtrading terjadi murni karena faktor ekonomi, hal tersebut tidak dapat dihindari, namun tindakan yang tidak sesuai, seperti penyalahgunaan identitas produk atau penempatan yang tidak tepat, akan ditindak tegas?" UJAR Askolani.
Selain melakukan pengawasan, Askolani juga menyatakan bahwa fenomena downtrading ini akan dimanfaatkan sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat di masa mendatang. Ia menambahkan bahwa masukan dari tren ini akan menjadi pertimbangan dalam penetapan tarif untuk tahun-tahun berikutnya. Dengan demikian, pihak Bea Cukai berkomitmen untuk terus memantau perkembangan ini dan melakukan evaluasi yang diperlukan untuk memastikan kebijakan yang diambil dapat mengakomodasi dinamika pasar yang ada.
"Pemerintah telah mengambil keputusan untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025," umgkapnya.
Askolani menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan hasil pembahasan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada bulan September 2024. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memberikan perhatian terhadap dinamika pasar.
Dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor Pusat Kementerian Keuangan di Jakarta, Askolani menegaskan bahwa kebijakan CHT untuk tahun 2025 belum akan dilaksanakan. Ia menyoroti fenomena down trading rokok, di mana konsumen cenderung beralih ke produk rokok yang lebih murah. Fenomena ini menjadi salah satu alasan utama pemerintah untuk tidak mengubah kebijakan CHT, dengan mempertimbangkan perbedaan antara rokok golongan I dan golongan III.
Meskipun demikian, Askolani menyatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan kebijakan alternatif terkait CHT yang dapat diterapkan pada tahun depan. Salah satu alternatif tersebut adalah penyesuaian harga jual rokok di tingkat industri.
"Pemerintah berencana untuk melakukan tinjauan lebih lanjut dalam beberapa bulan ke depan guna memastikan kebijakan yang akan diambil dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat," tutupnya.