Kejaksaan Agung Diharapkan Melakukan Penyelidikan Terhadap Mantan Pj Gubernur Banten, Al Muktabar, Terkait Dugaan Adanya Upaya Mengubah Fungsi Hutan Lindung

Serang (06/02/25) - Kejaksaan Agung diharapkan untuk melakukan penyelidikan terhadap mantan Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, sehubungan dengan dugaan adanya upaya untuk mengubah fungsi hutan lindung. Hal ini disampaikan oleh Musa Weliansyah, Anggota DPRD Provinsi Banten  yang menekankan pentingnya menjaga keberadaan hutan lindung demi kelestarian lingkungan. Menurutnya, tindakan alih fungsi hutan dapat berdampak negatif terhadap ekosistem dan harus ditangani dengan serius oleh pihak berwenang.

Poto: SS Fijarbanten.com

Musa juga meminta agar Kejaksaan Agung dapat mengungkap secara jelas mengenai Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2, terutama terkait dengan proses alih fungsi hutan dan pembangunan pagar laut yang direncanakan. 


"Transparansi dalam proses ini sangat penting agar masyarakat dapat memahami dan mengawasi setiap langkah yang diambil oleh pemerintah. Dengan demikian, diharapkan tidak ada kepentingan pribadi yang mengganggu kepentingan umum dalam pengelolaan sumber daya alam," ujar Musa.


Lebih lanjut, Musa menduga bahwa Al Muktabar memiliki kepentingan pribadi dalam usulan alih fungsi hutan tersebut. Ia mencatat bahwa Al Muktabar melakukan langkah-langkah tanpa melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Banten, yang seharusnya terlibat dalam proses pengambilan keputusan ini.


 "Surat perjanjian kerjasama yang ditandatangani oleh Al Muktabar dengan sebuah perusahaan yang berencana mengelola hutan lindung yang akan dialihfungsikan, yang semakin memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan dalam kasus ini,"ungkapnya.


Musa Weliansyah, yang juga politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengungkapkan pandangannya mengenai potensi konflik kepentingan yang melibatkan Al Muktabar.


 Ia menilai bahwa terdapat indikasi kuat dugaan  adanya unsur transaksional di balik kerjasama yang dijalin dengan PT Mutiara Intan Permai (MIP), yang merupakan salah satu anak perusahaan dari Sendayu Group yang dimiliki oleh Aguan. Politisi tersebut menyatakan bahwa ia memiliki bukti terkait kerjasama ini, yang menunjukkan adanya ketidakberesan dalam proses pengambilan keputusan.


Sedangkan menurut Ahmad Sururi, seorang akademisi dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), menilai bahwa usulan yang diajukan oleh Al Muktabar merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang. Menurutnya, perubahan fungsi kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi tidak dapat dilakukan sembarangan. 


Proses tersebut harus melibatkan kajian yang mendalam, terutama mengenai dampak lingkungan, serta melibatkan berbagai pihak terkait. Namun, Sururi menegaskan bahwa dalam proses ini, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) tidak dilibatkan, yang menunjukkan adanya kelalaian dalam prosedur yang seharusnya diikuti.


Sururi menambahkan bahwa jika Al Muktabar tidak melakukan koordinasi dan tidak melibatkan DLHK Banten dalam usulan tersebut, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai tumpang tindih kewenangan dan maladministrasi.


"Perlunya keterlibatan semua pihak dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lingkungan, agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan agar keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan etika. Dengan demikian, transparansi dan akuntabilitas dalam proses ini sangatlah krusial untuk menjaga integritas pengelolaan sumber daya alam," tutupnya.



#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn more
Ok, Go it!